Kampung Koplakan
Kampung Koplakan berada ditengah kota Pare, berseberangan dengan Pasar Lama. Pada waktu itu, kampung kumuh ini dijejali penghuni dengan mata pencaharian seadanya. Sekarangpun setelah lebih dari 50 tahun, masih terlihat kumuh, belum tertata rapi. Didalam kampung yang kumuh tersebut, sosok pribadi Pak Arjo Sopuro terlihat amat menonjol, terutama sifat keras hati dan jujur dan selalu menepati janji. Pribadi yang bertolak belakang dengan keadaan masyarakat sekelilingnya.
Dulu transportasi dilakukan dengan dokar (kereta ditarik kuda). Walaupun ada mobil angkutan, tetapi masih jarang. Para saudagar perhiasan mas dan berlian dari Kediri, setelah menjajakan dagangannya dengan berkeliling, biasanya pulang ke Kediri tanpa membawa sisa dagangannya, khawatir kemalaman dijalan. Mereka menitipkan sisa dagangannya pada Pak Arjo Sopuro, orang yang dapat dipercaya.
Bedak (lapak) tempat cukur rambut sampai sekarang hampir tak berubah keadaannya. Ditempati putrinya (Mbak Wik) yang berjualan bunga tabur untuk makam. Banyak warga yang menafsirkan sebagai tanda agar warga selalu menebarkan keharuman (nama) dengan perilaku dan budi pekerti yang luhur.
Pak Purboyo, putra bungsu, lahir setelah Pak Arjo menerima wahyu sujud. Karena itu diharapkan dapat menjadi penerus beliau (Pak Arjo). Saat ini tinggal di Jakarta, hanya kadang kala pulang ke Pare.
Catatan: blog ini disertakan label :
Sri , Gutomo, Pawenang, Arjo, Sopuro, Harjosapuro, Suwartini, Hyang, Maha, Kuwasa, Widhi, Sapta, Darma, Kerohanian , warga , wahyu , budi , luhur , sujud , wewarah
Perjalanan hidup Sri Gutomo adalah peristiwa yang diamati dan dicatat dalam ingatan mengenai kehidupan Bapak Arjo Sopuro, penerima wahyu ajaran Sapto Darmo (Sapta Darma). Orang Jawa tidak terbiasa mencatat peristiwa yang terjadi disekelilingnya. Karena itu,setelah bertahun-tahun, tulisan ini hanya menghimpun ceritera dari pelaku sejarahnya saja. Banyak peristiwa ditulis tanpa tanggal, hanya dari ingatan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar