Rabu, 12 Agustus 2009

Perjalanan hidup Sri Gutomo (hal 5)

Wawasan 1.

Untuk mengawali tulisan ini, memerlukan suasana yang santai dan tenang agar apa yang ditulis optimal. Hanya kebetulan gending tersebut diatas yang diputar. Bukan suatu ketentuan.

Hamba mulai menulis, dimaksudkan bahwa penulis menghambakan diri pada pembaca, agar pembaca memahami bahwa penulis "bukan apa-apa" dan tak memiliki kedudukan yang patut diperhatikan.

Hyang Maha Suci bersemayam didalam diri setiap manusia, memiliki cahaya yang dapat menerangi kehidupan setiap orang. Wayang kulit adalah gambaran wadag (badan jasmani). Setiap gambar mewakili pribadi seseorang. Hyang Maha Suci yang menggerakkannya, walaupun sebenarnya digerakkan oleh ki dalang. Seseorang yang ditinggal Hyang Maha Suci akan kehilangan daya hidup, istilah itu disebutkan bagaikan Gatotkaca kehilangan gapit (penunjang dari tanduk kerbau). "Nglumpruk". Tak berdaya sama sekali.

Hyang Widhi yang memilikinya, diartikan bahwa walaupun Hyang Maha Suci yang menggerakkan, bukan berarti juga yang memiliki. Pemiliknya adalah Hyang Widhi. Sedangkan Hyang Maha Kuwasa penonton sekaligus pemilik rumah dan keseluruhannya. Hyang Maha Kuasa tidak melarang atau menyuruh seseorang untuk berbuat ini-itu. Segala perbuatan manusia akan dibebankan pada Hyang Maha Suci.

Pembaca yang terhormat, ini wawasan yang hamba ketahui, tentu pembaca memiliki wawasan yang lebih luas, silahkan menulis komentar, agar pembaca lain memperoleh manfaatnya.

free counters
Catatan: blog ini disertakan label :
Sri , Gutomo, Pawenang, Arjo, Sopuro, Harjosapuro, Suwartini, Hyang, Maha, Kuwasa, Widhi, Sapta, Darma, Kerohanian , warga , wahyu , budi , luhur , sujud , wewarah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar