Senin, 14 Desember 2009

Perjalanan hidup Sri Gutomo (hal 27)

Wahyu Sapta Darma

Turunnya wahyu Sapta Darma.
Didalam melakukan ritual sujud, para mitra Pak Arjo masih belum mengetahui, peristiwa apa yang akan terjadi. Walaupun demikian, makin banyak orang yang ikut menjalankan sujud, sebab dapat merasakan rasa tenteram dalam hati sanubarinya. Lebih lagi kemudian banyak yang memperoleh berkah berwujud gambar bermacam-macam tatkala menjalankan sujud ini. Gambar-gambar tersebut dinamakan sanepan atau sanepo atau kias. Pak Arjo melarang orang-orang menerangkan arti gambar tersebut secara umum. Sanepan harus diterangkan secara rasa, sebab itu adalah wejangan rasa.
Ada pertanyaan dalam menjalankan ritual sujud ini, yaitu: bila ritual sujud ini memang kehendak Hyang Maha Kuwasa, lantas apa tujuan sebenarnya. Pak Arjo juga tak mengetahui, apa kehendak Hyang Maha Kuwasa. Siang malam hanya sujud mengharapkan rahmat dari Hyang maha Kuwasa.


12 Juli 1954
Pagi hari itu, dirumah Pak Arjo hadir enam orang yang melakukan sujud. Pak Darmo, Pak Kemi, Pak Danu Miharjo, Pak Joyo Sadji, Pak Diman dan Pak Arjo.
sekitar jam 11.00, tak ada yang mengetahui dari mana asalnya, secara tiba-tiba tampak suatu gambar berwarna dimeja pak Arjo. Gambar ini sebentar tampak, sebentar lenyap dari pandangan. Tak ada yang menyuruh, tiba-tiba Pak Diman berdiri sambil menuding kearah meja tersebut sambil berteriak keras :"Ini harus digambar".
Demikian dikatakannya berkali-kali.
Seketika itu pula para mitra yang berada disitu kaget, dan segera keluar untuk membeli kuas dan cat. Ternyata, gambar tersebut tak hanya tampak di meja saja. Didinding ruangan dan ditopi para mitra juga tampak gambar itu. Malahan dibadan Pak Arjo juga terlihat gambar tersebut, sebentar kelihatan, kemudian menghilang, dan tampak lagi.Begitu berulang-ulang.
Toko cat hanya berjarak seratus meter dari rumah Pak Arjo. Karena itu, tak lama kemudian yang membeli cat sudah kembali. Pak Diman yang disuruh menggambar, sebab memang pandai menulis dan menggambar dengan bagus. Gambar itu digambar langsung pada permukaan meja.


Pada gambar tersebut tertulis tulisan dalam huruf Jawa. Diatas lingkaran tertulis Sapto, sedangkan dibawah lingkaran tertulis Darmo. Mengelilingi lingkaran tertulis Napsu, Budi, Pakarti.
Gambar Semar didalam lingkaran digambar Pak Arjo sendiri. Menurut Pak Kemi, ketika menggambarnya sambil mendendangkan lagu yang isinya mengungkapkan puji sjukur pada Hyang maha Kuwasa yang telah memberi rahmat pada umatnya didunia ini.
Setelah selesai proses menggambar ini, gambar tersebut lenyap.

Selanjutnya tampil tulisan yang tertulis dalam huruf Latin yaitu :

Wewarah Pitu
1. Setya tuhu marang ananing Pancasila Allah
Allah Hyang Maha Agung,
Allah Hyang Maha Rokhim,
Allah Hyang Maha Adil,
Allah Hyang Maha Wasésa,
Allah Hyang Maha Langgeng.
2. Kanthi jujur lan sucining ati,kudu setyo anindakaké angger-anggering negarané.
3. Mèlu cawé-cawé acancut tali wanda njaga adeging nusa lan bangsané.
4. Tetulung marang sapa baé yèn perlu,kanthi ora nduwèni pamrih opa baé kajaba mung rasa welas lan asih.
5. Wani urip kanthi kapitayan saka kekuwatané dhéwé.
6. Tanduké marang warga bebrayan kudu susila kanthì alusing budi pekerti tansah agawé pepadhang lan mareming liyan.
7. Yakin yèn kahanan ndonya iku ora langgeng tansah owah gingsir ( anyakra manggilingan ).

Selama proses penulisan, Pak Arjo memperhatikan dan mencocokkan tulisan tersebut dengan tulisan didinding yang kadang terlihat, kadang lenyap.
Selesai semuanya, tulisan didinding tersebut juga lenyap, digantikan tulisan:
Sesanti
Ing ngendi bae, marang sapa bae, warga sapta darma kudu sumunar pindo baskoro.


free counters

Selasa, 08 Desember 2009

Perjalanan hidup Sri Gutomo (hal 26)

Wawasan hal 26

Racut
Racut itu mengandung arti lepas atau melepas. Racut baju kebesaran raja berarti melepas baju yang dikenakan. Apa yang hamba maksudkan racut disini adalah lepas atau perginya Hyang Maha Suci yang akan menghadap Hyang Maha Kuwasa.
Sudah diceriterakan diatas, bahwa Hyang Maha Suci itu yang menguasai kehidupan jasmani setiap orang. Bila jasmani ditinggalkan Hyang Maha Suci, tentu lemas raganya seperti wayang kulit Gatotkaca yang kehilangan sarana penegaknya (gapit).
Warga Sapta Darma tidak menyebutkan roh, jiwa, nyawa sukma dan lain-lain sebagainya, karena sudah mengetahui bahwa itu adalah Hyang Maha Suci, utusan Hyang Maha Kuwasa, yang ditugaskan memelihara jasmani manusia. Menyebut Hyang Maha Suci juga menunjukkan bahwa mengetahui yang menghidupinya. Umumnya, ditempat manapun, setiap orang selalu menyebutkan bahwa yang mengatur kehidupannya adalah Hyang Maha Kuwasa.
Melakukan ritual racut ini, tidak semaunya sendiri. Harus sujud dulu, dan kemudian ditambah satu sujudan lagi dengan ucapan "Hyang Maha Suci menghadap Hyang Maha Kuwasa". Bila direstui, artinya diberi sarana untuk hal itu, maka akan terlaksana sampai ketempat yang dituju.
Tatkala Pak Arjo masih berada bersama warga, ritual racut mudah dilaksanakan setiap saat. Walaupun begitu, Bila sekarang ada yang menginginkan, juga bisa terlaksana asalkan telah dapat membersihkan pribadinya dengan melakukan sujud yang tekun.
Bopo Sri Gutomo memberi tahu bahwa racut itu ritual yang rumit, bukan karena sulit, tetapi karena harus meneliti dulu keseluruhan kondisi tubuh. Harus diteliti dengan cermat agar semuanya berjalan sempurna, sebab akan ditinggal pergi Hyang Maha Suci. Ini yang disebut tunduk serta patuhnya saudara sebelas yang mengatur fungsi tubuh manusia.
Pada tahap awal, para warga dibimbing dalam ritual penggalian yang dilakukan selama dua belas malam atau enam hari siang malam.
Dalam hal ritual penggalian ini, hamba sarankan bertanya pada tuntunan penggalian yang bertugas untuk menerangkannya.
Tentang pusaka Nogososro dan Bendo Segodo, hamba kurang memahami, namun bila pembaca ingin tahu, dibawah ini ada gambar dan keterangan sekadarnya, yang telah hamba ambil dari internet.
***********
Para pembaca yang terhormat,
Ritual racut itu sesuatu yang amat langka. Tak terbatas hanya Pak Arjo saja yang mampu melakukannya. Para mitranya juga berhasil menjalankan ritual ini dengan mengikuti petunjuk Pak Arjo, walaupun sesungguhnya semua itu atas perkenan Hyang Maha Kuwasa. Peristiwa ini menunjukkan bahwa siapa saja bisa menghadap Hyang Maha Kuwasa dengan cara melakukan ritual racut.
Diceriterakan, sehabis racut, setiap orang merasa menerima/memegang bermacam gambar. Ada yang memegang bunga, yang lain memegang wayang kulit Arjuno atau Kresno dan sebagainya. Sedangkan Pak Arjo, setiap selesai melakukan racut, selalu merasa memegang gambar wayang Semar.
Menurut pendapatnya, semua itu adalah lambang yang mengkiaskan kepribadiannya.
Sebagai contoh, tatkala Pak Arjo melakukan racut, merasa menerima baju kebesaran kerajaan. Setelah mendekati kesadaran, pakaian tersebut seolah tetap masih menempel dibadan dan tak berubah bentuk. Hal ini menunjukkan bahwa kepribadiannya laksana raja yang berbudi luhur. Berbeda dengan Pak Kemi, tatkala melakukan racut juga menerima baju kebesaran kerajaan. Setelah kembali kesadarannya, merasa baju tersebut masih menempel ditubuhnya, hanya bentuknya berubah menjadi "klaras" yaitu daun pisang yang kering. Ini adalah pertanda yang menyatakan bahwa Pak Kemi itu adalah orang yang dapat menyelaraskan (klaras) kehidupannya dengan masyarakat sekelilingnya. Artinya dapat menyesuaikan diri dengan semua orang, kaya miskin, laki-perempuan, tua-muda, orang baik atau jahat.
Orang yang merasa memegang bunga, menandakan bahwa membawa nama harum, artinya, setiap orang membicarakan pribadinya yang baik. Oleh sebab itu, apa yang diterima Pak Arjo pada saat melakukan racut, tentu tak sama dengan perolehan para mitranya.
Pada kesempatan yang baik ini, hamba ingin menunjukkan gambar-gambar yang mungkin dapat menambah wawasan para pembaca. Semua gambar ini di"donlod" dari internet. Juga disertakan alamatnya, barangkali ada yang berminat "browsing"


SUMUR GUMULING
http://kratonjogja.com/isi.php?menu=heritage&lang=ina&sub=3
Nama Sumur Gumuling itu berarti dari Sumur yang mana Makmum (Umat)-nya berada di sekelilingnya. Imam yang memimpin tidak perlu menggunakan pengeras suara karena konstruksi bangunan yang melingkar menyebabkan adanya gema yang menyebabkan suara menjadi lebih keras.
Sumur Gumuling gb 1
Sumur Gumuling gb 2.
Sumur Gumuling gb 3.
Sumur Gumuling gb 4.
Sumur Gumuling gb 5.

SUMUR JOLOTUNDO
http://www.banjarnegarakab.go.id/menu.php?name=Halaman_Potensi&sop=lihat_halaman&artid=57

Sumur Jalatunda berasal dari kawah yang telah mati ribuan tahun yang lalu kemudian terisi air sehingga menyerupai sebuah sumur raksasa.
Sumur ini mempunyai garis tengah kurang lebih 90 meter dan kedalaman ratusan meter. Ada kepercayaan penduduk setempat jika seseorang berhasil melemparkan batu menyeberangi sumur tersebut, maka segala keinginannya akan terlaksana. Bahkan air sumur Jalatunda mempunyai kekuatan magic sehingga banyak dimanfaatkan wisatawan.
Sumur jolotundo GB 1.
Sumber : DISPARBUD Banjarnegara

http://smulya.multiply.com/photos/album/57#photo=1.jpg
Sumur Jolotundo gb 2.

http://smulya.multiply.com/photos/album/57#photo=3.jpg
Sumur Jolotundo gb 3.



KERIS NOGOSOSRO
http://kerisindonesia.blogspot.com/2006/02/keris-nogososro.html

Konon keris ini dibuat saat Majapahit (era pemerintahan Brawijaya IV, 1466 – 1478 M), terancam oleh issue pemberontakan Blambangan. Info ini didapat dari intelijen bahwa Adipati Blambangan akan mengadakan pemberontakan. Sang Prabu langsung mengeluarkan “inprab” (instruksi prabu … () yg isinya agar para Empu menyiapkan berbagai senjata guna menghadapi Blambangan. Seorang Empu bernama Pangeran Sedayu berhasil menyelesaikan sebilah keris berlekuk 13, yg kelak terkenal dengan sebutan keris Kanjeng Kyai Nogososro. Menurut kepercayaan yang ada, akhirnya Majapahit berhasil meredam berbagai bencana dari segala penjuru. Blambangan ditahlukkan. Pangeran Sedayu, bergelar Empu Supo Mandrangi.
http://upload.kapanlagi.com/images/thumb/20080826102933_Nagasasra_resize_48b3789d08bf9-t.jpg
Keris Nogososro
Keris ini berdapur Nagasasra, kinatah emas dan warangka ladrang Surakarta. Pendhok-nya bertabur intan
Nogo Sosro - Kinatah Emas
Tangguh Mojopahit
Warangka Ladrang Gaya Surakarta
Kayu Benggol Jati/ Tunas Jati
Pamor Sisik Ular
Dapur Luk 13 - Sangkelat
Fungsi : Kekuasaan / Kejayaan / Wibawa / Drajat

Keris NogoSosro gb 1.

Keris NogoSosro gb 2.

KERIS BENDO SEGODO
http://www.indomarketsite.com/product/detail/1
Deskripsi Produk

keris ini adalah pusaka peninggalan Sultan Hamengku Buwono IX. Berjenis pamor bendo segodo terlihat dari bentuknya menyerupai bulatan menggumpal dari bawah keatas. Tuahnya untuk jalan rejeki dan pergaulan serta ketentraman rumah tangga. Tergolong tidak pemilih.
http://www.heritageofjava.com/
BENDO SAGODO, pamor yang gambarnya merupakan bentuk gumpalan yang mengelompok rapat, masing masing gumpalan terpisah jarak 0.5 cm – 1 cm dan tergolong pamor rekan. Tuahnya gampang mencari rezeki dan pamor ini tidak pemilih.
Bendo Segodo
Tangguh Tuban / Majapahit
Warangka Sandang Walikat
Kayu Sawo
Pamor Bendo Segodo
Dapur Tilam Sari / Brojol
Fungsi : Kerejekian
Keris Bendo Segodo

free counters
Catetan: blog puniko mawi label :
boso, budi, darma, darmo, Gutomo, Hyang, jawi, jowo, Kuwasa, Kuwoso, lelampahan, Maha, sapta, sapto, Sri, wahyu, warga, wargo, Widhi

Minggu, 06 Desember 2009

Perjalanan hidup Sri Gutomo (hal 25)

Rasanya dilindungi Hyang Maha Kuwasa.

Mengawali kesanggupan menerima penugasan
Seiring perjalanan waktu, pelaksanaan sujud ini tetap dilakukan oleh Pak Arjo dan mitra terdekatnya. Tak ada yang merasakan lelah apalagi menderita sakit dalam menjalankan sujud ini. Dalam kenyataan, dapat disebutkan bahwa semua rasa letih lesu , linu di persendian dan lain-lain seolah-olah menjauh dari badan.
Para handai taulan makin banyak yang ikut menjalankan sujud ini. Dapat disebut namanya, misalnya Pak Reso Kasirin (juragan kain batik) yang cukup kaya tetapi tidak punya anak, Pak Darmo (ipar Pak Soma Giman), Pak Danu Miharjo, Mantri guru Sekolah Dasar, Pak Jumadi, sopir angkutan barang, Pak sersan Diman, keponakan Pak Kemi dan yang lainnya yang belum hamba sebutkan karena keterbatasan hamba dalam menemukan sumber keterangan dalam hal ini.
Semua orang telah merasakan rasa tenteram dalam pribadinya. Tidak hanya sampai disitu saja, banyak yang menyatakan bahwa ketika menjalankan sujud, merasakan adanya perubahan suasana alam . Seolah sujud ditempat yang keindahan dan kenyamanannya tak terbayangkan. Walaupun pelaksanaan sujud dilakukan dirumah masing-masing, baru sebentar mata terpejam, langsung merasakan perubahan alam. Seolah sujud ditempat berbeda. Menurut Pak Kemi, hal demikian ini menandakan bahwa pelaksanaan sujud itu diberkati. Setelah Pak Sri (Pak Arjo) wafat, fenomena seperti ini jarang dirasakan, atau dapat dirasakan jika pelaksanaan sujud dilakukan dengan tekun dan kesungguhan hati.

Wahyu racut.
12 Februari 1953
Malam ini, banyak yang melakukan sujud dirumah Pak Arjo Sopuro. Selesai sujud, Pak Arjo memberi tahu agar besok pagi datang lagi, sebab akan menerima pelajaran baru.
Tanggal 13 Februari 1953
Pada pagi hari itu, hadir Pak Kemi, Pak JoyoJaimun, Pak Somagiman, Pak Darmo, Pak Reso Kasirin, berkumpul dirumah Pak Arjo Sopuro. Sekitar jam 10.00 pagi, ditengah-tengah pembicaraan, tiba-tiba Pak Arjo menghentikan pembicaraan itu dan selanjutnya berkata dengan jelas. "Teman-teman,lihat, ini aku akan mati, amat-amatilah". Semua jadi bingung dan jantungnya berdegup keras. Pak Kemi bergumam, "Apa jadinya kalau mati beneran". Selanjutnya Pak Arjo berbaring dengan kepala diarah Timur dan kaki kearah Barat. Kedua tangan bersidakep didepan dada. Ujung jari kanan menutupi ujung jari kiri ditempat yang disebut "CO". Kedua kaki saling merapat. Ini mirip keadaan orang mati.
Setelah menunggu sekitar seperempat jam, para mitra makin kebingungan. Selanjutnya ada yang meraba badannya, menempelkan telinga kedada. Tak terasa detak jantung ataupun napasnya. Ada yang memijit-mijit kakinya. Tak terasa ada tanda-tanda kehidupan. Dalam keadaan bingung itu akhirnya menyerah pasrah. Bila memang sudah sampai akhir hayatnya, andai disembunyikan dalam gedung besar dan terkunci rapat, kematian pasti datang menjemput.
Beberapa saat kemudian, perlahan-lahan tangannya bergerak. Membuat gembira mitra-mitra yang menunggunya. Tak begitu lama antaranya, kaki dan badannya mulai bergerak pula. Kemudian duduk termangu-mangu.. Barulah para mitra merasa lega. Hilang rasa kekhawatiran yang meliputi sanubari.
Setelah beberapa saat, pak Arjo mengucapkan kata "RACUT". Kata racut ini diucapkan secara tiba-tiba. Berikutnya Pak Arjo menceriterakan pengalaman yang disebutnya racut itu. Dalam keadaan racut itu, Pak Arjo melihat raganya tergeletak dilantai, dihadapan para mitranya. Selanjutnya merasa masuk kedalam tempat yang sangat indah tak terkirakan. Tak bisa menggambarkan keindahan tempat itu yang demikian sempurna. Kemudian masuk bangunan yang didalamnya ada tempat semacam pengimanan. Disana Pak Arjo Sopuro melakukan sujud. Selesai sujud tampak didepannya bayangan seorang raja yang bersinar menyilaukan. Sinarnya melebihi cahaya sejuta matahari. Pada saat itu Pak Arjo merasa dibopong dan dibawa kesuatu tempat yang terdapat dua sumur penuh air. Dalam pengertiannya itu adalah Sumur Gumuling dan Sumur Jolotundo. Setelah memperhatikan kemudian merasa diberi dua bilah pusaka keris yaitu Nogososro dan Bendo Sugodo. Selesai sudah proses itu. Selanjutnya merasa pulang kembali. Dalam perjalanan pulang itu merasa diikuti bintang yang besar sampai tersadar dihadapan para mitranya.
Inilah pengalaman racut yang fenomenal.
Pada kesempatan ini para mitranya dipersilahkan untuk mencoba melakukan ritual yang sama. Caranya, setelah melakukan sujud kemudian ditambah satu sujudan lagi dengan ucapan : "Hyang Moho Suci sowan Hyang Moho Kuwoso". Kemudian badan berbaring seperti yang telah dilakukan Pak Arjo dan seterusnya.
Banyak yang merasakan pengalaman sama, racut atau mati dalam keadaan hidup. Tatkala dalam keadaan racut, mendengar semua yang terjadi disekitarnya, tetapi tak dihiraukankan. Mengalami fenomena yang sama, bertemu Raja yang bercahaya menyilaukan, walaupun tidak dibopong atau diberi pusaka keris, dan setelah itu tersadar.
Pak Arjo mengingatkan, bahwa proses ritual racut ini amat rumit. Harus dlandasi dengan kebersihan rohani dan jasmani, barulah diharapkan dapat terlaksana. Bahwa para mitranya mampu melakukan racut saat itu karena memang mendapat berkah dari Hyang Maha Kuwasa.
Para pembaca, peristiwa yang baru terjadi ini disebut wahyu racut. Merasakan keadaan mati dalam hidup. Bila ingin melakukan ritual ini, pilihlah waktu leluasa, sebab tak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa. Begitu pula carilah tempat yang tenang, jauh dari keramaian. Disarankan pula ada orang yang mengamati dan menjaga agar tak ada yang mengganggu.

free counters