Rabu, 12 Agustus 2009

Perjalanan hidup Sri Gutomo (hal 2)

Mencari “orang tua”
Karena semua merasakan kekurangan dalam mencari nafkah, pada sekitar tahun 1952 , empat bersaudara (Pak Arjo Sopuro, Pak Kemi, Pak Joyo Jaimun dan Pak Soma Giman) ini bermusyawarah, bagaimana caranya untuk memperoleh hasil yang agak lumayan. Keputusannya, akan mencari ‘orang tua’yang dapat menunjukkan jalan untuk menambah penghasilan.
Pada waktu itu di Pare ada aliran kebatinan yang bernama Murti Tomo Waskito Tunggal yang dipimpin oleh pak Citro. Pengikutnya banyak, lebih lagi dari luar kota Pare. Suatu ketika memberi pengumuman bahwa besok pada hari, tanggal serta jam yang disebutkan , Pak Citro akan kembali ke haribaan Tuhan (wafat). Ratusan orang diangkut puluhan mobil mendatangi rumah Pak Citro pada hari yang disebutkan tadi. Semua bertujuan ingin menyaksikan bahwa ada seseorang yang bisa menentukan hari kematiannya sendiri. Akhirnya semua bubar, Pak Citro ternyata masih hidup sampai beberapa tahun kemudian. Selanjutnya aliran kebatinan Murti Tomo Waskito Tunggal ini sepi, pengikutnya sudah tidak percaya lagi..
Ada aliran kebatinan bernama Suwono (Suwung Ono = Kosong tetapi Ada). Keempat orang ini berencana mendatangi tempatnya. Tujuannya hanya minta sarana, bagaimana cara yang mudah untuk memperoleh penghasilan yang cukup. Ketika datang ditempat ini (Pak Sastro nama pemilik rumah ini. Sebutannya Pak Sastro Suwono) , disitu sudah terhidang empat cangkir berisi minuman kopi panas., padahal tak seorangpun yang memberi tahu bahwa akan bertamu kesana. Ini berarti waspada dalam penglihatan. Karena itu keempat orang ini lebih mantap, ingin berguru dengan tujuan untuk dapat memperbaiki perekonomian sehari-hari.
Pelajaran awal adalah cara mengetahui isi saku tiap orang tanpa memegangnya. Pada tahap ini ada diantaranya yang dapat mempraktekkan . Pak Arjo Sopuro tidak bisa melakukan.

Ditengah jalan, ketika dalam perjalanan pulang, Pak Arjo Sopuro memberi tahu teman-temannya “Kalau hanya seperti itu, aku besok ya bisa melakukannya”.
Pada kesempatan lain, ketika bertamu lagi kerumah Pak Sastro, Pak Arjo Sopuro dapat menebak seluruh isi saku temannya. Di lain waktu, ada latihan melepaskan roh. Caranya, dengan tiduran, kedua tangan diletakkan di dada. Selanjutnya menahan napas. Pikiran diarahkan kebawah pusar, kemudian dibelokkan kekiri. Pak Kemi bisa melaksanakan. Ketika pikiran dari pusar dibelokkan kekiri, terasa seperti jatuh ketanah! Seluruh badan terasa bergetar.
Pada kesempatan itu ternyata Pak Arjo juga tidak bisa melakukannya. Ditengah perjalanan pulang, Pak Arjo Sopuro berkata lagi “Kalau hanya seperti itu, aku besok juga bisa” . Ternyata pada kesempatan berikutnya dapat melaksanakan latihan tersebut .
Kawannya heran. Dalam hati bertanya : “Siapa yang mengajari kok dia bisa melakukan hal itu ?”. Demikian itu dilakukan berkali-kali, setiap ada latihan baru, pada kesempatan berikutnya Pak Arjo Sopuro tentu dapat melakukannya.
Latihan tersebut dilanjutkan sampai selesai. Ada latihan melihat cahaya dalam sanubari. Bila ada yang melihat cahaya, misal cahaya hijau atau cahaya merah dan sebagainya, semua hanya dikomentari oleh Pak Sastro dengan jawaban “Ya itu”. Tanpa ada penjelasannya. Selanjutnya perguruan Suwono menujukkan adanya dua belas saudara: Aku, Roso, Permono, Indro, Bromo, Bayu, Sukmorojo, Sukmonogo, Jatingarang, Mayonggoseto, Bagindokilir. Tetapi tak ada penjelasan tentang saudara dua belas itu, hanya menyebutkan bahwa dalam badan setiap orang didukung dua belas saudara. Oleh karena itu jika ditanyakan, jawaban Pak Sastro hanya “Ya itu”.
Pada waktu akhir latihan Pak Sastro menunjuk Bapak Arjo Sopuro sambil berkata “ Dia kelak yang akan menjadi guru rohani (dalam bahasa Jawa disebut “peguron”).

free counters
Catatan: blog ini disertakan label :
Sri , Gutomo, Pawenang, Arjo, Sopuro, Harjosapuro, Suwartini, Hyang, Maha, Kuwasa, Widhi, Sapta, Darma, Kerohanian , warga , wahyu , budi , luhur , sujud , wewarah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar