Ritual yang tak umum.
Tukang potong rambut dan matahari.
Setelah terjadi peristiwa diatas (turunnya wahyu sujud), Pak Arjo tetap menjalankan rutinitas pekerjaan sehari-hari. Tatkala ada yang akan potong rambut, juga dilayani. Namun, setiap mulai mencukur, tangannya tidak mampu menjalankan tugasnya. Cukurannya morat-marit. Rambut terpotong tak beraturan. Akhirnya para pelanggan menjauh, tak mau potong rambut disitu.
Pak Arjo menganggur. Namun rejeki selalu datang, entah dari mana saja. Keluarga Pak Arjo tak pernah kekurangan makanan. Hal ini berlangsung terus menerus sampai dengan akhir kehidupan Pak Arjo dan Ibu Arjo.
Sejak saat itu Pak Arjo melaksanakan ritual yang tidak umum dilakukan oleh pengikut kebatinan.
Setiap hari, mulai jam 09.00 pagi, Pak Arjo duduk atau berdiri didepan rumahnya, memandang matahari hamper tanpa berkedip. Masyarakat sekitar tidak mengetahui, apa tujuannya melakukan ritual seperti itu. Ritual ini dilakukan mulai jam 09.00 pagi sampai jam 15.00 siang. Yang menyaksikan menyangka Pak Arjo sudah menjadi gila.
Tetapi nyatanya tak terjadi sesuatu apapun. Artinya, kehidupan sehari hari berjalan seperti biasanya.
Yang menimbulkan keheranan orang adalah, perilaku memandang matahari setiap harinya ternyata tidak menimbulkan masalah pada penglihatannya. Tak ada perubahan apapun dalam melihat dan memandang sekitarnya . Sama seperti keadaan sebelum melakukan ritual tersebut.
Catatan: blog ini disertakan label :
Sri , Gutomo, Pawenang, Arjo, Sopuro, Harjosapuro, Suwartini, Hyang, Maha, Kuwasa, Widhi, Sapta, Darma, Kerohanian , warga , wahyu , budi , luhur , sujud , wewarah
Perjalanan hidup Sri Gutomo adalah peristiwa yang diamati dan dicatat dalam ingatan mengenai kehidupan Bapak Arjo Sopuro, penerima wahyu ajaran Sapto Darmo (Sapta Darma). Orang Jawa tidak terbiasa mencatat peristiwa yang terjadi disekelilingnya. Karena itu,setelah bertahun-tahun, tulisan ini hanya menghimpun ceritera dari pelaku sejarahnya saja. Banyak peristiwa ditulis tanpa tanggal, hanya dari ingatan saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar