Minggu, 06 Desember 2009

Perjalanan hidup Sri Gutomo (hal 25)

Rasanya dilindungi Hyang Maha Kuwasa.

Mengawali kesanggupan menerima penugasan
Seiring perjalanan waktu, pelaksanaan sujud ini tetap dilakukan oleh Pak Arjo dan mitra terdekatnya. Tak ada yang merasakan lelah apalagi menderita sakit dalam menjalankan sujud ini. Dalam kenyataan, dapat disebutkan bahwa semua rasa letih lesu , linu di persendian dan lain-lain seolah-olah menjauh dari badan.
Para handai taulan makin banyak yang ikut menjalankan sujud ini. Dapat disebut namanya, misalnya Pak Reso Kasirin (juragan kain batik) yang cukup kaya tetapi tidak punya anak, Pak Darmo (ipar Pak Soma Giman), Pak Danu Miharjo, Mantri guru Sekolah Dasar, Pak Jumadi, sopir angkutan barang, Pak sersan Diman, keponakan Pak Kemi dan yang lainnya yang belum hamba sebutkan karena keterbatasan hamba dalam menemukan sumber keterangan dalam hal ini.
Semua orang telah merasakan rasa tenteram dalam pribadinya. Tidak hanya sampai disitu saja, banyak yang menyatakan bahwa ketika menjalankan sujud, merasakan adanya perubahan suasana alam . Seolah sujud ditempat yang keindahan dan kenyamanannya tak terbayangkan. Walaupun pelaksanaan sujud dilakukan dirumah masing-masing, baru sebentar mata terpejam, langsung merasakan perubahan alam. Seolah sujud ditempat berbeda. Menurut Pak Kemi, hal demikian ini menandakan bahwa pelaksanaan sujud itu diberkati. Setelah Pak Sri (Pak Arjo) wafat, fenomena seperti ini jarang dirasakan, atau dapat dirasakan jika pelaksanaan sujud dilakukan dengan tekun dan kesungguhan hati.

Wahyu racut.
12 Februari 1953
Malam ini, banyak yang melakukan sujud dirumah Pak Arjo Sopuro. Selesai sujud, Pak Arjo memberi tahu agar besok pagi datang lagi, sebab akan menerima pelajaran baru.
Tanggal 13 Februari 1953
Pada pagi hari itu, hadir Pak Kemi, Pak JoyoJaimun, Pak Somagiman, Pak Darmo, Pak Reso Kasirin, berkumpul dirumah Pak Arjo Sopuro. Sekitar jam 10.00 pagi, ditengah-tengah pembicaraan, tiba-tiba Pak Arjo menghentikan pembicaraan itu dan selanjutnya berkata dengan jelas. "Teman-teman,lihat, ini aku akan mati, amat-amatilah". Semua jadi bingung dan jantungnya berdegup keras. Pak Kemi bergumam, "Apa jadinya kalau mati beneran". Selanjutnya Pak Arjo berbaring dengan kepala diarah Timur dan kaki kearah Barat. Kedua tangan bersidakep didepan dada. Ujung jari kanan menutupi ujung jari kiri ditempat yang disebut "CO". Kedua kaki saling merapat. Ini mirip keadaan orang mati.
Setelah menunggu sekitar seperempat jam, para mitra makin kebingungan. Selanjutnya ada yang meraba badannya, menempelkan telinga kedada. Tak terasa detak jantung ataupun napasnya. Ada yang memijit-mijit kakinya. Tak terasa ada tanda-tanda kehidupan. Dalam keadaan bingung itu akhirnya menyerah pasrah. Bila memang sudah sampai akhir hayatnya, andai disembunyikan dalam gedung besar dan terkunci rapat, kematian pasti datang menjemput.
Beberapa saat kemudian, perlahan-lahan tangannya bergerak. Membuat gembira mitra-mitra yang menunggunya. Tak begitu lama antaranya, kaki dan badannya mulai bergerak pula. Kemudian duduk termangu-mangu.. Barulah para mitra merasa lega. Hilang rasa kekhawatiran yang meliputi sanubari.
Setelah beberapa saat, pak Arjo mengucapkan kata "RACUT". Kata racut ini diucapkan secara tiba-tiba. Berikutnya Pak Arjo menceriterakan pengalaman yang disebutnya racut itu. Dalam keadaan racut itu, Pak Arjo melihat raganya tergeletak dilantai, dihadapan para mitranya. Selanjutnya merasa masuk kedalam tempat yang sangat indah tak terkirakan. Tak bisa menggambarkan keindahan tempat itu yang demikian sempurna. Kemudian masuk bangunan yang didalamnya ada tempat semacam pengimanan. Disana Pak Arjo Sopuro melakukan sujud. Selesai sujud tampak didepannya bayangan seorang raja yang bersinar menyilaukan. Sinarnya melebihi cahaya sejuta matahari. Pada saat itu Pak Arjo merasa dibopong dan dibawa kesuatu tempat yang terdapat dua sumur penuh air. Dalam pengertiannya itu adalah Sumur Gumuling dan Sumur Jolotundo. Setelah memperhatikan kemudian merasa diberi dua bilah pusaka keris yaitu Nogososro dan Bendo Sugodo. Selesai sudah proses itu. Selanjutnya merasa pulang kembali. Dalam perjalanan pulang itu merasa diikuti bintang yang besar sampai tersadar dihadapan para mitranya.
Inilah pengalaman racut yang fenomenal.
Pada kesempatan ini para mitranya dipersilahkan untuk mencoba melakukan ritual yang sama. Caranya, setelah melakukan sujud kemudian ditambah satu sujudan lagi dengan ucapan : "Hyang Moho Suci sowan Hyang Moho Kuwoso". Kemudian badan berbaring seperti yang telah dilakukan Pak Arjo dan seterusnya.
Banyak yang merasakan pengalaman sama, racut atau mati dalam keadaan hidup. Tatkala dalam keadaan racut, mendengar semua yang terjadi disekitarnya, tetapi tak dihiraukankan. Mengalami fenomena yang sama, bertemu Raja yang bercahaya menyilaukan, walaupun tidak dibopong atau diberi pusaka keris, dan setelah itu tersadar.
Pak Arjo mengingatkan, bahwa proses ritual racut ini amat rumit. Harus dlandasi dengan kebersihan rohani dan jasmani, barulah diharapkan dapat terlaksana. Bahwa para mitranya mampu melakukan racut saat itu karena memang mendapat berkah dari Hyang Maha Kuwasa.
Para pembaca, peristiwa yang baru terjadi ini disebut wahyu racut. Merasakan keadaan mati dalam hidup. Bila ingin melakukan ritual ini, pilihlah waktu leluasa, sebab tak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa. Begitu pula carilah tempat yang tenang, jauh dari keramaian. Disarankan pula ada orang yang mengamati dan menjaga agar tak ada yang mengganggu.

free counters

Tidak ada komentar:

Posting Komentar